Translate

Minggu, 28 Oktober 2012

Ketua KPK Dalam Pemberantasan Korupsi



Korupsi, sebuah kata yang memiliki arti penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain (Sumber: KBBI). Berorientasi pada arti tersebut, maka secara jelas bahwa tindak pidana korupsi merupakan sebuah tindakan memperkaya diri secara ilegal yang bisa merugikan negara. Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjadi permasalahan yang kompek untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan korupsi sudah menjalar di berbagai struktur kekuasaan, yakni tidak hanya pada elit politik saja melainkan juga pada institusi/lembaga pemerintahan maupun dilapisan masyarakat sendiri, seperti penyogokan untuk membuat SIM, KTP, atau surat-surat lainnya. Semakin berkembangnya tindak pidana korupsi inilah, maka diperlukan keseriusan dari semua pihak untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Dalam mewujudkan pemberantasan korupsi yang maksimal maka dibutuhkan sebuah badan khusus yang mengurusi tindak pidana korupsi. Di Indonesia, badan khusus tersebut bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut, juga sudah dijelaskan mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban KPK demi mendukung kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Tugas dan wewenang KPK, tidak boleh terlepas dari 5 asas. Asas-asas tersebut terdiri dari kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas.

Adanya KPK ini, pastinya membutuhkan sosok seorang pemimpin untuk menahkodai KPK dalam memberatas korupsi. Sebagian besar orang di negeri ini pastinya ingin menjadi ketua KPK karena dengan begitu mereka akan mempunyai kewenangan yang luas untuk memberantas korupsi. Tetapi, di sisi lain ketua KPK juga mempunyai tanggung jawab yang besar serta tugas yang berat karena permasalah korupsi di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang kompleks.

Seandainya saya menjadi ketua KPK, saya mempunyai beberapa langkah dalam memberantas korupsi. Langkah-langkah tersebut saya bagi menjadi 4 langkah, yakni :
1)      Monitoring Ketat Terhadap Instansi Pemerintahan.
Sebagaimana yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, disana sudah dijelaskan bahwa KPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara maupun non pemerintahan. Maka, dengan kewenangan tersebut saya akan melakukan monitoring secara ketat atau bahkan secara rutin terhadap instansi pemerintahan. Monitoring tersebut bisa saya realisasikan dengan menaruh seorang pegawai KPK yang khusu mengawasi sistem pengelolaan administrasi sebuah instansi. Hal ini sangat perlu dilakukan karena sebagian besar korupsi berada di tingkat instansi pemerintahan, bahkan tak jarang pula kasus korupsi terjadi melalui antar lintas instansi pemerintahan. Selain itu saya juga akan meminta bantuan secara rutin kepada Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi, seperti BPK atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Bantuan tersebut seperti pelaporan tentang adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh perseorangan maupun dalam satu lingkup instansi.
2)      Memaksimalkan Peran Serta Masyarakat.
Salah satu penyebab berkembangnya korupsi di negeri ini adalah minimnya peran masyarakat untuk memberitahu atau melaporkan tentang adanya tindak korupsi disekitarnya. Padahal korupsi di era sekarang sudah menyebar sampai ke tingkat lapisan masyarakat, seperti penyogokan untuk membuat SIM , KTP, atau surat-surat lainnya. Tetapi yang terjadi, masyarakat cenderung apatis terhadap adanya indikasi korupsi dilingkungan sekitarnya. Padahal peran masyarakat dalam memberantas korupsi sudah diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Isi dari Undang-undang tersebut diantaranya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. Apabila masyarkat lebih mau berperan aktif dalam melaporkan adanya korupsi, maka pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal karena adanya bantuan dari semua elemen masyarakat. Untuk memaksimalkan peran masyarakat tersebut, saya akan memberikan reward kepada masyarakat apabila dugaan korupsi yang dilaporkan benar-benar terjadi.
3)      Perlindungan ekstra terhadap Whistle Blower.
Minimnya peran masyarakat dalam melaporkan terjadinya korupsi mungkin dikarenakan adanya rasa khawatir atau takut apabila dia angkat bicara kasus korupsi yang berjalan di lingkungan kerjanya. Mereka takut akan kehilangan pekerjaan atau bahkan terancamnya diri mereka serta keluarganya. Padahal, hal semacam itu tidak perlu terjadi karena di dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 sudah dijelaskan bahwa soal perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi merupakan sudah menjadi kewajiban dari KPK. Bahkan, para pelapor juga berhak meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas. Apabila hal-hal tersebut masih dianggap kurang saya mempunyai inisiatif agar masyarakat yang melapor mendapatkan sebuah penjagaan yang ketat seperti penjagaan terhadap para pejabat. Selain itu, mereka juga tidak perlu khawatir kehilangan mata pencahariannya karena saya akan mengusulkan agar mendapat pekerjaan yang lebih baik sebagai apresiasi atas keberaniannya dalam memberantas korupsi.
4)      Memaksimalkan Pendidikan Anti Korupsi.
Lengkap atau tidaknya peraturan yang ada di Undang-undang bukan menjadi tolak ukur untuk menentukan kasus korupsi akan berkurang atau tidak. Meskipun sudah lengkapnya aturan yang ada tapi apabila jiwa untuk berbuat korupsi masih ada, hal itu seakan menjadi percuma. Maka, tindakan yang perlu dilakukan adalah membangun jiwa anti korupsi sejak dini yang dapat direalisasikan melalui pendidikan anti korupsi. Pendidikan anti korupsi ini sebenarnya sudah ada pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan. Tetapi, hal tersebut masih dianggap kurang maksimal. Maka, untuk memaksimalkannya saya akan melakukan pendidikan anti korupsi tersebut dengan melibatkan mahasiswa. Saya akan mengusulkan agar para mahasiswa diizinkan untuk mengabdikan diri ke masyarakat melalui edukasi anti korupsi. Mereka akan mengajar khusus tentang anti korupsi selama beberapa bulan secara bergantian dengan mahasiswa lainnya. Dengan begitu mahasiswa yang sebagai penerus bangsa ini juga ikut berperan secara aktif dalam memberantas korupsi. Selain itu di jiwa mereka akan tumbuh rasa untuk melawan korupsi. Sedangkan disisi lain yakni, para siswa juga akan lebih memahami mengenai pentingnya untuk melawan korupsi yang telah disampaikan para mahasiswa.

Demikian langkah-langkah saya apabila menjadi ketua KPK. Langkah-langkah tersebut saya lakukan agar Indonesia bebas korupsi dan demi mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih. Anda juga bisa melihat artikel ini di sini . SEMOGA BERMANFAAT. . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar