Korupsi, sebuah kata yang
memiliki arti penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan
sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain (Sumber: KBBI).
Berorientasi pada arti tersebut, maka secara jelas bahwa tindak pidana korupsi
merupakan sebuah tindakan memperkaya diri secara ilegal yang bisa merugikan
negara. Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjadi permasalahan yang kompek
untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan korupsi sudah menjalar di berbagai
struktur kekuasaan, yakni tidak hanya pada elit politik saja melainkan juga
pada institusi/lembaga pemerintahan maupun dilapisan masyarakat sendiri,
seperti penyogokan untuk membuat SIM, KTP, atau surat-surat lainnya. Semakin
berkembangnya tindak pidana korupsi inilah, maka diperlukan keseriusan dari
semua pihak untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Dalam mewujudkan pemberantasan
korupsi yang maksimal maka dibutuhkan sebuah badan khusus yang mengurusi tindak
pidana korupsi. Di Indonesia, badan khusus tersebut bernama KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut, juga sudah
dijelaskan mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban KPK demi mendukung kinerja
KPK dalam memberantas korupsi. Tugas dan wewenang KPK, tidak boleh terlepas
dari 5 asas. Asas-asas tersebut terdiri dari kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proposionalitas.
Adanya KPK ini, pastinya
membutuhkan sosok seorang pemimpin untuk menahkodai KPK dalam memberatas
korupsi. Sebagian besar orang di negeri ini pastinya ingin menjadi ketua KPK
karena dengan begitu mereka akan mempunyai kewenangan yang luas untuk
memberantas korupsi. Tetapi, di sisi lain ketua KPK juga mempunyai tanggung
jawab yang besar serta tugas yang berat karena permasalah korupsi di Indonesia
sudah menjadi permasalahan yang kompleks.
Seandainya saya menjadi ketua
KPK, saya mempunyai beberapa langkah dalam memberantas korupsi. Langkah-langkah
tersebut saya bagi menjadi 4 langkah, yakni :
1) Monitoring
Ketat Terhadap Instansi Pemerintahan.
Sebagaimana yang
tercantum pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, disana sudah dijelaskan bahwa
KPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan
administrasi di semua lembaga negara maupun non pemerintahan. Maka, dengan
kewenangan tersebut saya akan melakukan monitoring secara ketat atau bahkan
secara rutin terhadap instansi pemerintahan. Monitoring tersebut bisa saya
realisasikan dengan menaruh seorang pegawai KPK yang khusu mengawasi sistem
pengelolaan administrasi sebuah instansi. Hal ini sangat perlu dilakukan karena
sebagian besar korupsi berada di tingkat instansi pemerintahan, bahkan tak
jarang pula kasus korupsi terjadi melalui antar lintas instansi pemerintahan.
Selain itu saya juga akan meminta bantuan secara rutin kepada Instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan korupsi, seperti BPK atau Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan. Bantuan tersebut seperti pelaporan tentang adanya
indikasi korupsi yang dilakukan oleh perseorangan maupun dalam satu lingkup
instansi.
2) Memaksimalkan
Peran Serta Masyarakat.
Salah satu
penyebab berkembangnya korupsi di negeri ini adalah minimnya peran masyarakat
untuk memberitahu atau melaporkan tentang adanya tindak korupsi disekitarnya. Padahal
korupsi di era sekarang sudah menyebar sampai ke tingkat lapisan masyarakat,
seperti penyogokan untuk membuat SIM , KTP, atau surat-surat lainnya. Tetapi
yang terjadi, masyarakat cenderung apatis terhadap adanya indikasi korupsi
dilingkungan sekitarnya. Padahal peran masyarakat dalam memberantas korupsi
sudah diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Isi dari Undang-undang
tersebut diantaranya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk hak mencari, memperoleh,
dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. Apabila
masyarkat lebih mau berperan aktif dalam melaporkan adanya korupsi, maka
pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal karena adanya bantuan dari semua
elemen masyarakat. Untuk memaksimalkan peran masyarakat tersebut, saya akan
memberikan reward kepada masyarakat apabila dugaan korupsi yang dilaporkan
benar-benar terjadi.
3) Perlindungan
ekstra terhadap Whistle Blower.
Minimnya peran
masyarakat dalam melaporkan terjadinya korupsi mungkin dikarenakan adanya rasa
khawatir atau takut apabila dia angkat bicara kasus korupsi yang berjalan di
lingkungan kerjanya. Mereka takut akan kehilangan pekerjaan atau bahkan
terancamnya diri mereka serta keluarganya. Padahal, hal semacam itu tidak perlu
terjadi karena di dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 sudah
dijelaskan bahwa soal perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang
menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak
pidana korupsi merupakan sudah menjadi kewajiban dari KPK. Bahkan, para pelapor
juga berhak meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas. Apabila
hal-hal tersebut masih dianggap kurang saya mempunyai inisiatif agar masyarakat
yang melapor mendapatkan sebuah penjagaan yang ketat seperti penjagaan terhadap
para pejabat. Selain itu, mereka juga tidak perlu khawatir kehilangan mata
pencahariannya karena saya akan mengusulkan agar mendapat pekerjaan yang lebih
baik sebagai apresiasi atas keberaniannya dalam memberantas korupsi.
4) Memaksimalkan
Pendidikan Anti Korupsi.
Lengkap atau
tidaknya peraturan yang ada di Undang-undang bukan menjadi tolak ukur untuk
menentukan kasus korupsi akan berkurang atau tidak. Meskipun sudah lengkapnya
aturan yang ada tapi apabila jiwa untuk berbuat korupsi masih ada, hal itu seakan
menjadi percuma. Maka, tindakan yang perlu dilakukan adalah membangun jiwa anti
korupsi sejak dini yang dapat direalisasikan melalui pendidikan anti korupsi. Pendidikan
anti korupsi ini sebenarnya sudah ada pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang
pendidikan. Tetapi, hal tersebut masih dianggap kurang maksimal. Maka, untuk
memaksimalkannya saya akan melakukan pendidikan anti korupsi tersebut dengan
melibatkan mahasiswa. Saya akan mengusulkan agar para mahasiswa diizinkan untuk
mengabdikan diri ke masyarakat melalui edukasi anti korupsi. Mereka akan
mengajar khusus tentang anti korupsi selama beberapa bulan secara bergantian
dengan mahasiswa lainnya. Dengan begitu mahasiswa yang sebagai penerus bangsa
ini juga ikut berperan secara aktif dalam memberantas korupsi. Selain itu di jiwa
mereka akan tumbuh rasa untuk melawan korupsi. Sedangkan disisi lain yakni,
para siswa juga akan lebih memahami mengenai pentingnya untuk melawan korupsi
yang telah disampaikan para mahasiswa.
Demikian langkah-langkah saya
apabila menjadi ketua KPK. Langkah-langkah tersebut saya lakukan agar Indonesia
bebas korupsi dan demi mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih. Anda juga bisa melihat artikel ini di sini . SEMOGA BERMANFAAT. . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar