Akhir-akhir ini
kita bangsa Indonesia sering dihebohkan dengan berita korupsi di lingkungan
penegak hukum yang mencakup polisi, kejaksaan, maupun hakim. Tindakan korupsi
tersebut sebagian besar dilakukan saat mereka menjalankan tugasnya seperti
adanya pengurangan hukuman dengan imbalan sejumlah uang yang diberikan oleh
tersangkan. Hal ini begitu miris sekali dan sangat bertolak belakang pada tugas
yang seharusnya dilakukan oleh penegak hukum. Penegak hukum yang seharusnya
mengadili yang bersalah dengan seadil-adilnya, malahan mengadili sesuai upah
yang diberikan oleh tersangka.
Tetapi kita
sebagai masyarakat umum masih kurang mengetahui bagaimana cara para aktor penegak
hukum melakukan tindakan korupsi. Maka di sini saya akan memberikan sedikit
bagaimana teknik korupsi di lingkungan penegak hukum yang saya ambil dari buku
Dr. Suhandi Cahaya dan Surachman yang berjudul strategi dan teknik korupsi.
1) Polisi
: Teknik yang dilakukan penegak hukum di wilayah lingkungan polisi ini salah
satunya sering kita lihat di kehidupan sehari-hari, yakni saat adanya kompromi
antara oknum polisi dengan pelanggar lalu lintas. Pelanggar yang seharusnya
membayar denda dan disetor ke kas negara beralih ke kantong pribadi polisi. Selain
itu polisi juga melakukan kompromi dengan para tersangka di tindak pidana yang
agak berat, kompromi itu dilakukan tersangka dengan memberi imbalan ke pihak
polisi yang kemudian tersangka mendapat berupa fasilitas yang diberikan oleh
polisi dengan mengulur-ulur perkara maupun pengenaan pasal dakwaan dengan
dicari yang paling ringan bahkan alat-alat bukti bisa dikaburkan sehingga tidak
bisa diproses ke tingkat berikutnya.
2) Kejaksaan
: Teknik korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan ini terbagi menjadi 3 macam
yakni :
a.
Kejaksaan melakukan tindak lanjut memproses perkara
dengan menggunakan hukum dengan pasal yang terberat yang kemudian apabila tersangka
dan pengacaranya keberatan, mulai diajak berdamai dengan memberi imbalan
tertentu. Selanjutnya kejaksaan mengubah tuntutan dengan pasal-pasal yang lebih
ringan dan alat-alat bukti dikaburkan.
b.
Kejaksaan tidak memproses perkara sama sekali dengan
dalil berkas perkara yang diterima tidak memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti
ke proses penuntutan asalkan tersangka memberikan imbalan ke jaksa.
c.
Proses perkara bisa dikesampingkan asalkan tersangka
atau pengacaranya memberikan sejumlah uang yang sepadan dengan ancaman hukuman
yang akan di tetapkannya.
3) Hakim
: Teknik korupsi yang dilakukan di wilayah lingkungan haim ini di bedakan
menjadi 2, yakni perkara perdata dan perkara pidana.
a.
Perkara perdata : perkara ini biasanya terjadi kolusi
antara hakim dan pengacara dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugat. Hakim
disini memilih siapa yang memberikan upeti atau sogokan yang paling besar maka
pihak tersebutlah yang akan dimenangkan oleh hakim. Teknik semacam ini bisa
dilakukan langsung antara penggugat atau tergugat dan pengacaranya dengan hakim
atau melalui perantara baik dari lingkungan peradilan atau pihak ketiga yang
sering disebut sebagai makelar kasus.
b.
Perkara pidana : teknik korupsi pada perkara pidana ini
biasanya diawali dari inisiatif terdakwa dan pengacaranya dengan memberi
imbalan pada hakim agar diberi hukuman yang paling ringan.